WAKTU hujan sore-sore. Belasan anak bermain bola. Memanfaatkan lapangan parkir di belakang Rumah Sakit Agung, Manggarai, Jakarta. Bertelanjang dada, tak peduli hujan. Adu cepat, adu ketangkasan menggiring si kulit bundar. Lalu bersorak, berpelukan, dan mengacungkan kedua telunjuk meniru gaya Thiere Henry sehabis memasukkan bola ke gawang lawan. Gool...!
Ada kebanggaan buat si pencetak gol dan timnya. Sah-sah saja bila bermacam-macam cara mereka lakukan untuk merayakan sebuah gol. Belum tentu menang, memang. Tapi untuk sebuah hasil kerja sama tim, buah persaingan. Setelah melewati rintangan gelandang, back, dan kiper serta gawang yang berukuran dua meter dengan batas atas yang tergantung tinggi badan dan jangkauan kiper.
Ada sikut-sikutan, juga upaya menjegal. Pelanggaran yang masih bisa dimaafkan, meski tanpa wasit. Lawan pun menerima sambil ‘mengancam’ dengan gol balasan. Pelanggaran berat nyaris tak ada, kecuali bermain di lapangan parkir yang membuat pemilik kendaraan was-was. Selebihnya, adu keterampilan, tes fisik, dan uji nyali. Penonton, termasuk fans yang kalah pun legowo.
Terbayang saat mereka dewasa. Bermain bola di Gelora Bung Karno atau di ‘lapangan’ kehidupan lainnya. Saat belajar, mencari kerja, berkarier. Menjadi pemimpin atau pemilik perusahaan. Tak terdengar desis si Pulan menghadapi diskriminasi sejak melamar kerja, menerima upah, hingga menjalankan bisnis sendiri. Semoga, kelak ada lapangan buat mereka.
Di lapangan birokrasi dan politik, bahkan.
Tuesday, May 09, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Very cool design! Useful information. Go on! » »
Post a Comment