Thursday, February 22, 2007

Forum CGI

“Selamat pagi, Pak!”

Suara merdu dari di balik gagang telepon genggam itu memperkenalkan diri, merayu, dan menawarkan personal loan kepada pemegang kartu kredit. Ia pegawai sebuah bank asing.

Ia mulai dari ucapan, “Selamat ya Pak! Bapak terpilih sebagai nasabah yang beruntung mendapat tawaran kredit murah tanpa jaminan, tanpa tetek bengek urusan administrasi. Bapak setuju, uang akan langsung ditransfer ke rekening yang Bapak mau!”

Ogah karena bunganya sekitar 18% per tahun. Tapi sediakanlah waktu untuk melayani rayuan suara merdu itu. Maka kata-kata pembuka tadi akan diulang-ulang. “Atau, Bapak pikir-pikir dulu. Dalam satu dua hari ini, saya akan telepon lagi.”

Pada hari berikutnya, kata-kata pembuka itu akan diulangi lagi hingga pegawai bank itu pasti, tawarannya ditolak.

Kejadian semacam itu pasti tidak hanya menimpa Anda. Ada ribuan, bahkan jutaan pemegang kartu kredit yang ‘dikejar-kejar’ bank. Bukan untuk ditagih oleh debt collector yang sangar-sangar karena tunggakan cicilan, melainkan untuk dipinjami uang.

Itu pula yang terjadi pada Pemerintah (Rakyat?) Indonesia. Puluhan tahun negeri ini menjadi pemegang kartu kredit dari lembaga keuangan multilateral dan negara donor. Forum Inter Goverment Group for Indonesia (IGGI) yang dipimpin Belanda telah dibubarkan pada era 90-an. Sebagai gantinya dibentuk Forum Consultative Group on Indonesia (CGI). Ini pun akhirnya dibubarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 26 Januari 2007.

Ada yang memuji, ada yang mencemooh. Tapi ada juga yang mengingatkan bahaya negosiasi utang luar negeri yang dilakukan bilateral (bukan lewat forum atau multilateral). Peluang KKN makin besar. Ada-ada saja!

Entahlah! Tapi mengikuti diskusi yang digelar Earnst & Young pada Senin (19/2/07), ada sesuatu yang lain. Dedengkot tiga lembaga keuangan multilateral, Bank Dunia (Andrew Steer), Dana Moneter Internasional (Stephen Schwartz)), dan Bank Pembangunan Asia (Edgar Cua) menjadi pembicara. Dua mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Arifin Siregar dan Adrianus Mooy tampil sebagai moderator dalam diskusi bertajuk Post CGI Era: Economic Policies and Mechanism. Ada dua moderator, lho!

Para pembicara itu, seperti biasa, memuji langkah pemerintah memperbaiki perekonomian Indonesia sambil menyelipkan saran-saran ini-itu, yang saran itu tidak pernah berubah sejak belasan atau bahkan puluhan tahun lalu: beri kesempatan selebar-lebarnya kepada investor asing menanamkan modalnya di Indonesia.

Maka ketika Forum CGI telah dibubarkan, ada kegamangan yang sangat dari lembaga keuangan multilateral itu. (Juga sebagian besar pesertanya?) Peserta diskusi ada seratusan, yang berasal dari beragam institusi. Ada dari Kadin Amerika Serikat, pejabat dari negeri Solomon, juga Hartojo Wignjowijoto yang anti dan menyebut aksi lembaga multilateral sebagai bentuk neokolonialisme.

Usai diskusi yang cuma dua jam itu, salah seorang peserta membisiki. “Kita ini nasabah besar yang good boy. Ketika kartu kredit dibelah, Forum CGI dibubarkan, mereka (lembaga keuangan multilateral) kelimpungan. Mereka tak bisa menolak, kecuali menerima. Tapi mereka tidak akan berhenti untuk terus menawarkan dananya, dan dengan segala cara.”

Diskusi yang dihadiri dedengkot dari tiga lembaga keuangan multilateral itu adalah salah satu caranya. Laporan penelitian, hasil survei, dan pernyataan-pernyataan yang dilontarkan adalah cara lain. Dan, mereka tidak bertepuk sebelah tangan, ketika Deputi Menko Perekonomian bidang Kerjasama Internasional Mahendra Siregar yang juga menjadi pembicara dalam diskusi itu menyatakan bahwa Indonesia masih membutuhkan diskusi dan konsultasi dalam forum yang tidak resmi dengan bekas anggota Forum CGI.

“Dan,” bisik peserta diskusi tadi, “Forum CGI (juga IGGI) adalah forum kongkow-kongkow yang resmi. Keren-nya forum diskusi dan konsultasi.”

Jadi, teringat suara merdu utusan bank asing yang menawarkan personal loan. Ah, seandainya tidak melalui telepon, dan ada pertemuan tidak resmi, itu pasti lain ceritanya! Bisa juga jadi forum CGI alias cari gadis idaman. n rizagana


22 Februari 2007