Amerika Serikat (AS) kini memasuki krisis keuangan terparah yang makin menegaskan era resesi ekonomi. Negara-negara di seluruh dunia akan terseret arus resesi yang menyakitkan itu. Presiden George Walker Bush dijadwalkan berpidato lagi sebelum perdagangan saham di Wall Street dibuka Jumat (17/10/2008).
Data ekonomi terakhir menunjukkan gambaran lebih baik ketimbang yang diperkirakan sebelumnya. Pasar saham sempat merosot tajam dalam dua hari terakhir sebagai respons terhadap laporan negatif yang keluar Rabu (15/10/2008). Data terbaru mengungkapkan angka pengangguran di AS kini hanya 461 ribu, turun 16 ribu dibanding pekan sebelumnya. “Dalam empat pekan sebelumnya, angka pengangguran di negeri itu rata-rata di atas 483 ribu,” tulis cnbc.com.
Sementara itu, angka inflasi September 2008 tak berubah, yakni 0,1% seperti bulan sebelumnya. Namun, Bank Sentral AS memperkirakan, produksi industri pada September 2008 turun 2,8%, penurunan terbesar dalam 34 tahun terakhir. Perekonomian negeri itu diperkirakan turun 0,8%.
Para investor di bursa Wall Street tampak senang melihat data ekonomi yang positif pada awal perdagangan Kamis (16/10/2008). Harga-harga saham pun dibuka menguat.
Menteri Keuangan AS Henry Paulson dan Gubernur The Federal Reserve Ben Bernanke kembali menegaskan, Pemerintah AS akan berupaya keras untuk menstabilkan sistem keuangan. “Namun, pulihnya pasar finansial bukan berarti ekonomi AS langsung sehat kembali. Tapi bila tidak distabilkan, pemulihan ekonomi yang lebih luas tidak akan terjadi sekarang,” kata Bernanke saat berbicara dalam forum Economic Club di New York, Rabu (15/10/2008).
Bank Sentral AS meluncurkan sebuah laporan tentang gambaran ekonomi nasional AS. Ben Bernanke mengingatkan, krisis keuangan ini akan berlangsung sangat lama untuk dipulihkan. Kepercayaan masyarakat terhadap pulihnya perekonomian itu pun menurun.
Bahkan, Vice Chairman The Fed Donald Kohn mengatakan, kinerja ekonomi AS yang bergejolak ini akan terus berlangsung hingga tahun depan. “Bahkan kondisi itu akan meningkat pada 2009 dan 2010,” kata Kohn.
Inilah yang menyebabkan indeks Dow Jones terpuruk 733 poin atau 7,87%, yang esoknya diikuti oleh seluruh bursa di Asia pada Kamis (16/10/2008). Indeks Nikkei terpuruk 11,41%, Seoul -9,44%, dan Hang Seng yang sempat merah membara dengan minus 8,4% akhirnya ditutup minus 4,8%. IHSG juga rebound dari penurunan 7% ditutup cuma minus 3,76%. Pada Kamis (16/10/2008), ketika dibuka, bursa Eropa juga merah merana.
Harga minyak mentah jenis light sweet untuk pengiriman November jatuh US$ 4,09 menjadi US$ 64,54 per barel di New York Mercantile Exchange. Angka itu merupakan level terendah sejak 31 Agustus 2007. Di London, harga minyak jenis Brent untuk pengiriman November anjlok US$3,73 menjadi US$70,80 per barel.
Gambaran suram tentang ekonomi nasional AS dalam laporan yang dikenal dengan Beige Book itu, ikut mendorong kejatuhan Wall Street. Laporan itu menunjukkan, aktivitas ekonomi melemah di 12 pemerintah daerah AS. Sektor konsumsi yang merupakan 2/3 lebih dari aktivitas ekonomi AS merosot tajam. Sektor industri merosot, apalagi yang berkaitan dengan properti. Pengusahanya pun menunjukkan sikap pesimistis melihat outlook ekonomi AS ke depan.
Upaya Pemimpin Dunia
Presiden Bush berencana berpidato lagi mengenai krisis finansial tersebut, pada Jumat ini. Ia akan berpidato sebelum aktivitas di bursa saham dibuka, yakni di kantor pusat Kadin AS (US Chamber of Commerce). Staf kepresidenan menyatakan, pidato Bush tidak dimaksudkan untuk mengeluarkan kebijakan baru, tapi ingin menjelaskan lebih detail tentang apa yang akan dilakukan pemerintah dalam ‘memerangi’ krisis.
Selain itu, para pemimpin negara-negara maju, G8, berencana menggelar pertemuan tingkat tinggi dalam waktu dekat untuk menangani krisis finansial yang makin menjadi-jadi ini. G8 terdiri atas AS, Jepang, Jerman, Francis, Inggris, Italia, Kanada, dan Rusia.
Perdana Menteri Inggris Gordon Brown mengatakan, pertemuan tingkat tinggi itu bisa digelar pada bulan depan. Pertemuan itu tidak hanya menyangkut masalah negara-negara maju, tetapi juga termasuk negara-negara berkembang (emerging), seperti Tiongkok dan India.
“Saya percaya ada ruang untuk membuat kesepakatan dalam beberapa hari ke depan untuk sebuah perubahan yang sangat besar dan sangat radikal,” kata Brown kepada wartawan sebelum rapat dengan pemimpin Uni Eropa yang membahas masalah krisis finansial ini di Brusel.
Dalam sebuah dokumen yang diberikan kepada para pemimpin Uni Eropa yang juga diperoleh AP, Brown menginginkan agar bank-bank berpikir ulang tentang bagaimana mereka mengelola risiko. Dia minta aturan yang mewajibkan bank-bank memiliki dana cukup untuk melindungi potensi kerugian, meningkatkan transparansi, dan mengeliminasi konflik kepentingan.
Sementara itu, Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Francis Nicolas Sarkozy juga mendesakkan pertemuan G8 dalam waktu dekat. Merkel menyebutnya, reformasi dibutuhkan sehingga apa yang terjadi sekarang ini tidak terulang lagi.
Sarkozy mengatakan, pertemuan G8 itu sebaiknya digelar di New York, tempat dimulainya bencana ini. Sarkozy juga menyarankan untuk mengajak Tiongkok dan India dalam pertemuan itu.
“Reformasi fundamental dalam sistem keuangan tidak bisa hanya dilakukan di Eropa. Ekonomi ini global. Tidak ada negara yang dapat memproteksi dirinya sendiri,” kata Sarkozy. Ia mengatakan perlunya perbaikan menyeluruh dalam sistem finansial global.
Dari Tokyo, seperti dikutip dari Associated Press, Menteri Keuangan Jepang Shoichi Nakagawa juga angkat bicara setelah menyaksikan indeks Nikkei terkulai lebih dari 11% pada perdagangan Kamis kemarin. Menurut dia, nilai bail out yang ditawarkan pemerintah AS sebesar US$ 700 miliar dianggap belum cukup. Karena belum cukup itulah, bursa dunia kembali terpuruk. Ia mengatakan, negaranya siap berkontribusi dalam upaya meredam krisis finansial ini.
Dana bail out AS itu sangat kecil dibandingkan exposure aset beracun dalam kasus subprime morgage ini. Apalagi, dari US$ 700 miliar itu, sebanyak US$ 250 miliar akan dipakai untuk membeli saham-saham delapan bank papan atas AS, termasuk JP Morgan Chase, Bank of America, Goldman Sachs, dan Citigroup. O rizagana
Tulisan ini telah dimuat di Investor Daily edisi 17 Oktober 2008